Entri Populer

Selasa, 21 Februari 2012

CINTA

Cinta itu ibarat kereta api yang hendak berhenti di stasiun berikutnya
Karena
Setiap orang mendambakannya

Cinta itu ibarat pesawat terbang yang hendak bermuara di landasan
Karena
Setiap orang hendak menunggu yang mereka rindukan

Cinta itu ibarat bis pariwisata yang pasti berhenti
Karena
Melihat yang dicintainya berada disana

Cinta ibarat lahan kosong yang hijau bagiku
Meski indah
Tapi membuat segalanya ‘tak ada

2012

Senin, 30 Januari 2012

DOA SETETES AIR

Saat aku tulis surat pagi ini
‘tak ada mega yang memberi tawa atau semburat senyum
tapi sembab lazuardi dan isakan awan hadir menawan cahaya
memberi ruang bagi riuh angin resah
gelombang tak pasang tadi malam
pantas saja desahan angin begitu kencang
menggetarkan seluruh tubuh yang berkeringat dingin
membangunkan dedaun pagi-pagi sekali
tentu masih dengan buliran airmata

tak ada mata air abadi
meski laut pasang-surut
kelak akan kerontang dalam rahim tanah
sebelum terlahir kembali berdoalah
agar matahari selalu tepat waktu membangunkamu

hari ini dan sebelumnya sama saja
aku ‘tak bisa menyeka buliran nestapa
bahwa matahari enggan tertawa lagi bersama
jalan rentan yang kulewati kini ‘tak lagi beda
dengan air tawar yang mengalir menuju selokan
dengan rumput liar yang tumbuh di pekaragan mawar
atau bahkan tubuhku ini ‘tak pelak dengan betina-betina itu

malam nanti
akan aku tulis sepucuk surat dengan bau yang sama
berisi doa yang tertetes dari mata air
agar matahari terlahir kembali untuk hari esok

2012

Rabu, 09 November 2011

SAJAK KOSONG

yang tak pernah ada adalah kau yang menjadikan serentetan percakapan-percakapan basi dipagi hari kemudian suguhan kopi hangat yang menetralkannya dengan gula air liurmu. andai saja sebuah cerita telah tuntas kemudian pagi yang lain datang dengan sedikit terburu-buru. membawa sajak-sajakku yang telah usang dan kemudian mereka kosongkan semuanya dengan air hujan yang telah tercampur dengan bau liur. menjadikan semua terasa hambar dan tak terlalu segar. membuat bosan setiap yang datang.

yang pernah ada adalah dalam dirimu yang selalu memberikan kail pada orok ikan yang sedang berenang mendekati umpan. tapi tak sekedarnya untuk menelan. terlalu jauh ia berharap menjadi ikan yang dewasa. karena dibawah rembulan dengan sesuap tangisan tua ia selalu mengadu. kemudian semuanya kosong begitu saja.

yang ada adalah yang ketiga kalinya kau berurutan menanggalkan sajakku yang basah dengan kobaran api yang kelam. sedikit menyakitkan tapi lebih banyak kau rendam matahari ketika senja itupun tenggelam. membuat semua menjadi sia-sia dan terasa hampa. hingga sajak-sajak yang aku tuliskan menjadi kosong dan tak ada artinya dalam mengartikan hati yang tumpah pada kocoran tinta yang ada pada muara yang lain. kemudian pagi buta menjadi saksi kesekian kalinya dalam percakapan yang terlalu perjaka, hingga langitpun masih tak mampu untuk merajamnya menjadi sebuah rasa kangen yang kerap hilang. ya, semuanya hilang bersama sajak-sajakku yang kemudian kosong ditelan bebiru langit.

2010

LANGIT PERJAKA 3

langit malam. kemudian melebur dengan ingatan seseorang menjadikannya tak terlihat. dari kilatan bebintang merujuk malam seraya berbisik dalam kediaman yang tak bisa diterka antara langit yang sekarang marah atau tersipu malu. melihat segerombolan pesawat yang melukiskan tanda tanya dalam batasan nalar manusia. malam itu langit masih tetap perjaka dengan balutan asteroid yang melingkari tanah dan samudera.

hingga akhirnya kita bisa membelai malam dengan lembut kala berselimut ketakutan. hingga akhirnya kita bisa menjadikan angin yang mengalir perih sepi. hingga akhirnya kita memberikan malam pada raga yang kosong. hingga akhirnya kita bisa menemukan malam tergeletak dalam diam. hingga kita bisa membelainya lagi dan lagi untuk kian kalinya kita bisa mengurai angin yang membantu kita untuk membelainya lagi. hingga akhirnya aku dapat membelaimu tidak dalam batas nalarku.

2010

LANGIT PERJAKA 2

langit senja. yang terlukis sebagai peradaban dan kediaman yang teraniaya, yang selalu terjamah oleh ketidakadilan orang-orang yang mengatasnamakan cinta dan kejujuran. kemudian langit berubah dan menjadi kelam. seperti secangkir kopi yang terbuat dari gula aren. tak terlalu manis tapi terasa giung. kita lekas meminumnya untuk sekedar mengisi perut yang kembung oleh angin. sembari bercakap-cakap antara uang pensiunan dan uang pembayaran. yang keduanya saling mengernyitkan kening bila bersapa-sua. satu lain membuat pusing, lain hal lagi membuat legawa. kita lewati pagi bersama sepotong roti sembari membicarakan nasib penyair-penyair tua dan sajaknya yang lusuh.

arus balik menuju surabaya kau bilang telah tertutup rapat ada perkelahian disana tentang hak-hak dan kebutuhan hidup yang tak terpenuhi. seperti kolam renang dalam kamarku saja selalu saja gemerisik dengan bunyi kecipak-kecipak air dalam tuah, kemudian berhenti ketika lampu dalam merah lalulintas aku nyalakan ditengah-tengah kerumunan ikan koki dan ikan sepat.
kau juga membahas tentang desa-desa dalam kota yang sebenarnya kota adalah tumpukan desa. hanya saja tata letaknya berisikan bunga-bunga beracun yang selalu meninabobokan penghuninya saat perjalanan menuju kantor.

sebelum aku pulang kau suguhi aku dengan secarik kertas kosong untuk menulis sepotong sajak joki tobing seperti Rendra, tapi aku menolaknya. penyair sekarang bukan pemuja kata, lantaran kita sama butuh makan tapi mereka lebih membutuhkan. aku hanya satu bagian daripada mereka. tapi mereka adalah seluruh bagian dari kita semua. aku akan menulis puisi saatnya nanti langit masih perjaka dan saatnya nanti para penyair tidak buta pada dunia dan kata-kata. aku hanya khawatir itu saja.

2010

LANGIT PERJAKA 1

dari sebuah langit lepas kutatapi sajak-Mu yang masih perjaka. antara suka tapi duka adalah lara yang mengharuskanku melihat tanah disekitarku adalah tandus. berbeda dengan langit yang masih perjaka dan berbau dupa.

2010

DUA HARI

dua hari
aku berlayar dengan jalanan berlumut, licin dan terasa perih dikulit seperti hari yang pernah aku lewati bersama gelembung-gelembung kaki kemudian berakhir bersama senja disana tak kutemui sang guru waktu padahal senja ini adalah tempatku untuk mengolah waktu agar petani tetap bisa membajak sawahnya menunggu kumandang adzan agar pelayan bisa pulang dengan liliran tangannya penuh ikan agar buruh bisa membawa makanan untuk anaknya yang kelaparan
agar aku bisa membunuh waktu agar tak ada lagi yang menderita olehnya

dua hari
aku mengadu pada bumi menggali pada tanah mengalir menuju muara bersama sungai bergumul dengan gemawan yang menyembul sedikit melukiskan kelabu bahwa hari akan menangis lagi dan kemudian kala nantinya banjir aku akan terjun bersamanya sehingga aku tidak bisa berteriak lagi karena setiap kata-kataku terkulum air tak beriak yang aku tahu aku menulisnya dalam sajakku yang lusuh dua hari yang lalu tentang sekawanan rakyat melata yang meronta aku hanya ingin tahu seberapa tahan argo bisnis menampung mereka meski darahku bercampur air yang membanjiri rumah mereka, setidaknya aku peduli kepada mereka dua hari lalu ada orang bunuh diri terjun kemuara sungai itulah aku, mungkinkah mereka peduli atau aku hanya akan menjadi salah satu dari sekumpulan sampah di pinggir kali

dua hari berlalu
tapi aku tak peduli lupakanlah aku
karena masih banyak orang yang lebih pantas untuk dipedulikan
atau bahkan semuanya menjadi tak begitu peduli pada hal kecil seperti ini

Juli, 2010