Entri Populer

Rabu, 09 November 2011

DUA HARI

dua hari
aku berlayar dengan jalanan berlumut, licin dan terasa perih dikulit seperti hari yang pernah aku lewati bersama gelembung-gelembung kaki kemudian berakhir bersama senja disana tak kutemui sang guru waktu padahal senja ini adalah tempatku untuk mengolah waktu agar petani tetap bisa membajak sawahnya menunggu kumandang adzan agar pelayan bisa pulang dengan liliran tangannya penuh ikan agar buruh bisa membawa makanan untuk anaknya yang kelaparan
agar aku bisa membunuh waktu agar tak ada lagi yang menderita olehnya

dua hari
aku mengadu pada bumi menggali pada tanah mengalir menuju muara bersama sungai bergumul dengan gemawan yang menyembul sedikit melukiskan kelabu bahwa hari akan menangis lagi dan kemudian kala nantinya banjir aku akan terjun bersamanya sehingga aku tidak bisa berteriak lagi karena setiap kata-kataku terkulum air tak beriak yang aku tahu aku menulisnya dalam sajakku yang lusuh dua hari yang lalu tentang sekawanan rakyat melata yang meronta aku hanya ingin tahu seberapa tahan argo bisnis menampung mereka meski darahku bercampur air yang membanjiri rumah mereka, setidaknya aku peduli kepada mereka dua hari lalu ada orang bunuh diri terjun kemuara sungai itulah aku, mungkinkah mereka peduli atau aku hanya akan menjadi salah satu dari sekumpulan sampah di pinggir kali

dua hari berlalu
tapi aku tak peduli lupakanlah aku
karena masih banyak orang yang lebih pantas untuk dipedulikan
atau bahkan semuanya menjadi tak begitu peduli pada hal kecil seperti ini

Juli, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar